Catatan Untuk Penyelenggara Konferensi/Seminar Internasional

(A Note for Conference Organizing Committee)

-SPOILER ALERT: This note has around 1,059 WORDS –

Catatan ini saya mulai dengan 3 definisi. Pertama, konferensi di dalam tulisan ini adalah konferensi akademis, yang merupakan pertemuan para akademisi untuk memaparkan hasil temuan ilmiahnya. Kedua, penyelenggara adalah semua orang yang terlibat sebagai panitia. Terakhir, catatan ini merupakan feedback saya, murni opini pribadi, dan berdasarkan pengalaman dan pengamatan saya. Tidak ada tendensi bahwa semua konferensi itu baik, atau semua konferensi itu buruk. Hanya sebagai kritikan membangun dalam dunia akademis. Bisa juga dianggap semacam editorial note.

Okay, semua tahu kalau para dosen dan kewajiban mereka menulis artikel adalah love-hate relationship. Menulis artikel (terutama menulis untuk jurnal bereputasi) itu seperti tugas akhir mahasiswa. Bedanya, kalau tugas akhir hanya sekali sepanjang hidup mahasiswa, tapi kalau artikel, HARUS berulang kali. Konsekuensi logisnya jelas. Tidak ada publikasi? Tidak ada tunjangan, dan tentu saja tidak ada promosi.

Ketakutan itu semakin bertambah dengan adanya kewajiban menulis artikel supaya lulus dari jenjang master dan doktoral. Kalau tidak ada artikel di jurnal bereputasi, gelar master/doktor pun tidak akan datang.

Ketakutan ini menciptakan permintaan baru di dunia akademisi. Semua mahasiswa pascasarjana dan dosen (bahkan profesor) mencari cara untuk dapat publikasi di jurnal ilmiah yang bereputasi. Secara hukum ekonomi, permintaan yang besar ini menciptakan penawaran juga.

Penawaran yang timbul pun beragam. Ada jasa penyedia analisis data, ada jasa penyedia English proofreader, dan tentu saja yang sangat tidak ethical di dunia akademisi: Jasa penyedia jurnal artikel.

Jasa penyedia jurnal artikel ini pula lah yang suka kita hubungkan dengan jurnal predatory. Ya, jurnal jurnal yang menjamin artikel akan dipublikasikan selagi kita mahu membayar, terlepas konten artikelnya bagus atau tidak. Tidak sedikit para mahasiswa dan dosen terjebak di dalamnya. Saya pribadi pernah jadi salah satu korbannya.

Dengan adanya kesadaran atas jurnal predatory, beberapa mahasiswa dan dosen mencoba mencari jalan lainnya untuk tetap bisa publikasi. Apalagi jurnal predatory itu bukan hanya mahal tapi ga keren sama sekali. Nah, jalan yang lagi ramai dilalui sekarang itu adalah konferensi internasional.

Beberapa penyelenggara konferensi akan memberikan promosi atau iming-iming kalau ikut konferensi A, nanti artikel otomatis published di Jurnal X yang terindeks Scopus. Ini lah yang buat “jalan baru” tadi sesak. Semua beramai ramai mencari konferensi yang punya promosi ini. Konferensi saya nanti misalnya, menjadi korban dengan pemikiran pragmatis instan seperti itu. Setiap saya promosi IBBC 2018, kebanyakan teman bertanya, “Pak, nanti otomatis di Scopus, atau selected papers?”. Pertanyaan standar lainnya: “Pak, IBBC itu prosidingnya terindeks scopus kan?” OMG guys, please lah!

Nah, pengalaman saya sebagai editor jurnal terindeks scopus lah yang membawa saya ke catatan ini. Saya menjadi tersadar, ada yang salah dengan penyelenggaraan konferensi, terutama di Republik itu (Demi kenyaman bersama, nama negara saya rahasiakan. Kalau teman teman mau menduga, jangan lupa, kita ini akademisi, bukan dukun, ga baik menduga duga). Saya berpikir, apa yang salah dengan penyelenggaraan konferensi sekarang ini? Kenapa semua jadi begini? Udah profit oriented, asal banyak paper, kesannya menipu lagi! Ini lah catatan saya untuk kalian para penyelenggara konferensi.

Jika memang mau mengimingi peserta dengan otomatis terbit di jurnal bereputasi, paling tidak, jangan lah memilih jurnal predatory sebagi jurnal partner. Ada begitu banyak jurnal bereputasi baik (misalnya International Journal of Business and Society http://www.ijbs.unimas.my/index.php/editorial-boards. P.S: For current being, we are halting any cooperation with other conferences, but keep email us to ask the latest status), jangan lah pilih jurnal predatory demi promosi yang tidak seberapa itu.

Jika memang ada selected paper dikirim ke jurnal (affiliated journal), informasikan kepada peserta bahwa akan ada proses saringan berikutnya. Buat teman teman mahasiswa dan dosen, sebagai catatan, selected paper artinya artikel yang terpilih (dipilih oleh panitia) akan melewati desk-review jurnal afiliasi tersebut. Adalah hak editor jurnal untuk menolak (desk rejection) artikel terpilih tersebut. Mohon ini diinformasikan kepada peserta konferensi secara jelas agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

Jika pun menggunakan strategi selected papers, jangan lah bias. Saya tahu setiap universitas memiliki target jumlah artikel yang dipublikasikan di jurnal bereputasi. Tapi bukan berarti, dari 20 selected papers, 80% jangan lah berafiliasi dari universitas penyelenggara. Ketahuan banget pak, bu. Seriusan. Saya percaya, pasti ada artikel artikel lainnya yang bagus. Kecuali memang ga ada artikel bagus lainnya ya. Itu mah apa boleh buat.

Nah, para editor jurnal terindeks scopus (yang bukan predatory) juga lagi ketakutan. Kenapa? Takut kena institutional demand warning dari Scopus. Apa itu institutional demand? Kalau di jurnal tersebut hamper 80% dari institusi yang sama, bisa jadi jurnal tersebut kena banned boss! Meski pake peringatan dulu sih. So, coba lah mengerti hal ini.

Okay, jika pun menggunakan strategi selected papers, informasikan kepada those who are selected untuk mengirim full paper. Jangan yang 8-10 halaman yang masuk ke panitia itu. Seriously! Don’t do it guys! Penulisan untuk prosiding konferensi dan jurnal adalah dua hal yang berbeda. Kebayang ga, artikel 8 halaman, mau nulis apa? Mau menawarkan apa? Sekarang ini jaman dimana editor jurnal akan selalu menanyakan: Where is you robustness check? Lah, wong 8 halaman, jangankan robustness check, nulis tinjauan pustaka aja mepet pak di artikel 8halaman. Oleh karena itu, please banget, buat bapak dan ibu penyelenggara konferensi yang pake strategi ini, untuk menghubungi kembali para peserta untuk mengirim full paper mereka. Jika peserta terpilih itu ngeyel dan bilang yang dikirim adalah full paper, it is their own risk. Kalau kena reject sama editor, bilang aja “Siapa suruh bandel!”

Catatan terakhir saya, always remember this rule: “Quality over Quantity”. Hal ini yang saya terapkan di konferensi saya nanti. Meski saya tetap diteror “We need quantity, Raye”. Yeah right, but kalau asal menerima artikel, konferensi kita berikutnya akan sepi boss! Kenapa? Orang akan ingat: “Ah, di konferensi itu mah cetek banget!”. Ujungnya yang jelek siapa? Nama institusi kita.

Lalu apalagi yang penting dalam penyelenggaraan konferensi? Saya bisa tambah tiga hal: Pertama, setiap paper yang masuk, harus direview. Reviewnya pun harus professional. Kedua, pilih moderator yang topcer. Jangan bias (misalnya karena dia atasan kita, atau kawan kita). Moderator itu berpengaruh kepada banyak hal. Misalnya, in case pada sesi tersebut minim pertanyaan, moderator bisa bertanya. Ini juga berpengaruh kepada jumlah orang yang akan masuk di sesi tersebut. Saya masih ingat di IBBC 2014, moderatornya Prof Mansor Ibrahim (Google him!), gila! Sampai berdiri diri cuy. Terakhir, yang kebanyakan penyelenggara suka lupa: peer-review system. Jadi peserta diberi tugas untuk mereview paper yang ada di sesinya. Misalnya, di sesi itu ada Alan dan Budi. Alan akan mereview paper budi, dan Budi akan mereview paper Alan. Setelah Alan selesai presentasi, Budi akan memaparkan hasil review dia.

Akhir kata, mohon penyelenggara konferensi melihat hal hal tersebut. Kelihatan sepele sih, tapi it means a lot. Pengalaman saya sebagai reviewer dan editor menyimpulkan hal tersebut. Kasihan para peserta juga kan? At least be a responsible organizing committee.

Terima kasih,

Yang juga lagi belajar jadi penyelenggara konferensi,

Rayenda Khresna Brahmana

Chairperson

8th International Borneo Business Conference

Catatan tambahan:

Nah, akhir cerita, jika mahu lihat konferensi yang mengsliding semua isu tersebut. Boleh lah join 8th IBBC 2018 di Kuching ( http://www.conference.unimas.my/2018/ibbc2018/ ).  Boleh juga hubungi kami 8thibbc2018(at)gmail.com

Kami juga akan mengadakan professional development workshop yang bernama Borneo Business Research Week, bekerjasama dengan Society of Advance Management Studies. FREE OF CHARGE (LIMITED TO 30 PARTICIPANTS). Search our IBBC page in facebook.

Happy researching!

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s